Minggu, Juni 29News That Matters

TRCPPA Desak Aparat Segera Bertindak Tangkap Ketua PGRI di Kecamatan Tanjung Sari Terduga Pelaku Kekerasan Seksual

Lampung Selatan, Indo-Opsi.Com – Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswi di Lampung menyeret nama seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berinisal SJR yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar Negeri sekaligus Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan.

Kasus ini mencuat setelah dilaporkan ke Polres Lampung Selatan dengan nomor Laporan Polisi Nomor : LP/B/83/II/2025/SPKT/POLDA LAMPUNG, tanggal 22 Februari 2025, tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Regional Lampung memberikan apresiasi atas langkah cepat Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika, Kapolres Lampung Selatan AKBP Yusriandi Yusrin, serta jajaran Reskrim Unit PPA dalam menangani kasus ini.

TRCPPA juga mengapresiasi Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA) Kabupaten Lampung Selatan yang turut memastikan hak-hak korban terpenuhi.

  • Fenomena Gunung Es Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan

Menurut TRCPPA, kasus ini bukanlah insiden tunggal. Kekerasan seksual yang melibatkan tenaga pendidik di Lampung kerap terjadi dan sering kali tak terungkap.

Kasus yang menimpa korban kali ini diduga telah berlangsung sejak 2022 hingga berulang kali terjadi hingga Desember 2024 sebelum akhirnya dilaporkan ke pihak berwajib.

“Ini adalah fenomena gunung es. Banyak korban yang takut berbicara karena adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban. Terlebih lagi, masyarakat masih menempatkan kepala sekolah dan guru pada posisi yang dihormati, sehingga korban kerap mengalami tekanan untuk tetap diam,” ujar Wakornas TRCPPA Indonesia, Muhammad Gufron, dalam keterangan tertulisnya kepada media ini, Minggu (9/3/2025).

TRCPPA mencatat bahwa korban kekerasan seksual di dunia pendidikan menghadapi berbagai hambatan, seperti ancaman dari pelaku, ketakutan akan dampak sosial, serta risiko terganggunya pendidikan mereka.


Baca Juga : Oknum Kepsek di Kecamatan Tanjung Sari Diduga Predator Seksual : Manipulasi dan Ancaman Membungkam Korban Selama Bertahun-tahun.


Oleh karena itu, organisasi ini mendesak agar aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dan melakukan penahanan untuk mencegah terduga pelaku mengulangi perbuatannya.

  • Desakan Penegakan Hukum dan Pemulihan Hak Korban

TRCPPA menegaskan bahwa aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk menindak kasus ini secara cepat dan tegas. Dengan merujuk pada Pasal 1 angka 14 KUHAP serta Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, penetapan tersangka dapat dilakukan jika sudah ada minimal dua alat bukti yang cukup. Jika hal ini telah terpenuhi, maka penahanan seharusnya segera dilakukan agar korban mendapatkan keadilan.

Selain itu, TRCPPA juga menyoroti pentingnya hak restitusi bagi korban. Restitusi adalah kewajiban pelaku untuk mengganti kerugian korban, baik untuk pemulihan psikologis maupun keberlanjutan pendidikan mereka.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 Tahun 2022 yang menegaskan hak korban atas pemulihan dan kompensasi dari pelaku.

“Aparat penegak hukum harus percaya diri dalam menangani kasus ini. Jangan sampai lambannya penetapan tersangka justru semakin merusak mental korban dan memberi kesempatan bagi pelaku untuk mengulangi perbuatannya,” tegas Gufron.

  • Ajak Masyarakat Bersama Lawan Kekerasan Seksual

Kasus ini kembali menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual di lingkungan pendidikan masih menjadi ancaman nyata, khususnya bagi perempuan dan anak-anak.

TRCPPA mengajak seluruh masyarakat, termasuk lembaga pendidikan dan pemerintah daerah, untuk aktif mencegah serta menindak setiap bentuk kekerasan seksual yang terjadi.

“Ayo kita jaga dan lindungi hak hukum perempuan dan anak korban kekerasan fisik dan seksual di Indonesia,” tutup Gufron.

Kasus ini kini tengah dalam pantauan TRCPPA dan berbagai aktivis perlindungan perempuan dan anak. Masyarakat pun menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan bagi korban. (ARF)