
Lampung Selatan, Indo-Opsi.com – Dugaan pemalsuan tanda tangan dalam pencairan dana desa mencuat di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan. Kepala Desa Malang Sari, AS, dilaporkan oleh Kaur Keuangan desa, AW, ke Polres Lampung Selatan atas dugaan pemalsuan tanda tangan dan penyalahgunaan wewenang dalam pencairan dana desa.
Laporan tersebut telah diterima kepolisian dengan nomor STTLP/LP/B/84/1/2025/SPKT/POLRES LAMPUNG SELATAN/POLDA LAMPUNG pada 30 Januari 2025.
Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan dalam Pencairan Dana Desa
AW menuding Kades AS telah mencairkan dana desa tanpa sepengetahuannya pada 19 Desember 2024 dan 30 Desember 2024 di Bank Lampung Cabang Tanjung Bintang. Total dana desa yang dicairkan tanpa persetujuannya mencapai Rp 71,5 juta, dengan rincian Rp 62,5 juta pada pencairan pertama dan Rp 9 juta pada pencairan kedua.
“Saya baru mengetahui tanda tangan saya dipalsukan setelah mendapatkan bukti dari pihak bank,” ungkap AW dalam kronologi yang diterima media ini, Rabu (5/3/2025).
AW menjelaskan bahwa pada 19 Desember 2024, ia berada di rumah dan tidak diajak dalam proses pencairan dana oleh Kades.
Sedangkan pada 30 Desember 2024, ia sedang berada di luar kota bersama keluarganya sejak 21 Desember 2024 hingga 5 Januari 2025, sehingga mustahil ia menandatangani dokumen pencairan tersebut.
Bukti Pemalsuan dan Permintaan Klarifikasi
Merasa dirugikan, AW mendatangi Bank Lampung Cabang Tanjung Bintang untuk meminta klarifikasi terkait pencairan dana desa yang diduga dilakukan tanpa izin dan tanpa tanda tangan sah.
“Pada 20 Januari 2025, saya bersama seorang rekan mendatangi Bank Lampung untuk mengonfirmasi pencairan dana desa yang dilakukan Kades. Dari situ, saya mendapatkan bukti bahwa tanda tangan saya benar-benar dipalsukan,” jelasnya.
AW berharap kepolisian dapat menindaklanjuti laporan ini secara profesional agar tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang serupa di masa mendatang.
“Saya mohon Polres Lampung Selatan segera menyelidiki kasus ini dan mengambil tindakan hukum terhadap Kades AS,” tegasnya.
Dasar Hukum: Pemalsuan Tanda Tangan dan Penyalahgunaan Wewenang
Dugaan pemalsuan tanda tangan ini dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang Pemalsuan Dokumen, yang berbunyi:
Ayat (1): “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau diperuntukkan sebagai bukti sesuatu dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.”
Ayat (2): “Pidana yang sama diterapkan bagi mereka yang dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli.”
Selain itu, jika terbukti ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam pencairan dana desa, maka Kades AS dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.”
Hingga hari ini, pelapor belum mendapatkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) dari kepolisian terkait laporannya, sehingga perkembangan kasus ini masih menjadi tanda tanya. (Chandra Prasetya)