Jakarta, Indonesia – Harga emas dunia menguat lagi pada perdagangan Senin (20/1/2020), meski masih tipis. Kinerja logam mulia terbilang cukup bagus, mampu menguat di saat sentiment pelaku pasar keuangan dunia sedang bagus-bagusnya.
Pada pukul 15:10 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.560,56/troy ons, menguat 0,26% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Kesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuat bursa saham global menguat. Dalam kondisi tersebut, emas yang merupakan aset aman (safe haven) dan tidak memberikan imbal hasil seharusnya mengalami tekanan. Tetapi ternyata emas perlahan masih mampu menguat.
Kesepakatan dagang fase I ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Wakil Perdana Menteri China Liu He pada hari Rabu (15/1/2020) di Washington.
Dalam kesepakatan dagang fase I, AS menurunkan bea masuk impor dari sebelumnya 15% menjadi 7,5% terhadap produk China senilai US$ 120 miliar. Sementara China akan membeli produk AS senilai 200 miliar dalam dua tahun ke depan.
Selain itu, semua mengenai bea masuk kedua negara masih sama. AS masih mengenakan bea masuk sebesar 25% terhadap produk China senilai US$ 250 miliar, sementara China mengenakan bea masuk terhadap produk AS senilai US 110 miliar.
Meski damai dagang belum terjadi sepenuhnya, dengan adanya kesepakatan dagang fase I setidaknya mengecilkan potensi eskalasi perang dagang, pertumbuhan ekonomi diharapkan mampu bangkit di tahun ini. Dampaknya risk appetite pelaku pasar meningkat dan masuk ke aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi.
Emas saat ini masih ditopang oleh sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnnya, misalnya obligasi AS.
Selain itu, semua mengenai bea masuk kedua negara masih sama. AS masih mengenakan bea masuk sebesar 25% terhadap produk China senilai US$ 250 miliar, sementara China mengenakan bea masuk terhadap produk AS senilai US 110 miliar.
Meski damai dagang belum terjadi sepenuhnya, dengan adanya kesepakatan dagang fase I setidaknya mengecilkan potensi eskalasi perang dagang, pertumbuhan ekonomi diharapkan mampu bangkit di tahun ini. Dampaknya risk appetite pelaku pasar meningkat dan masuk ke aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi.
Emas saat ini masih ditopang oleh sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini. Suku bunga rendah di AS membuat opportunity cost atau atau biaya yang ditanggung karena memilih investasi emas, dibandingkan investasi lainnnya, misalnya obligasi AS.
Melihat grafik harian, emas yang disimbolkan XAU/USD masih bergerak di atas rerata pergerakan (Moving Average/MA) MA 8 hari (garis biru), MA 21 hari (garis merah), dan MA 125 hari (garis hijau).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak turun di wilayah positif, sementara histogramnya sudah masuk ke zona negatif. Indikator ini menunjukkan emas mulai kehabisan momentum penguatan.
Pada time frame 1 jam, emas bergerak di atas MA 8 dan MA 21 dan MA 125. Indikator Stochastic bergerak turun dari wilayah jenuh beli (overbought).
Emas masih bergerak di antara kini di dekat US$ 1.553/troy ons yang merupakan resisten (tahanan atas) terdekat. Melihat indikator Stochastic yang overbought, emas berisiko memangkas penguatan bahkan melemah menuju US$ 1.558/troy ons. Penembusan di bawah level tersebut akan membawa harga turun ke US$ 1.551/troy ons.
Sementara jika mampu menembus resisten, emas akan membuka peluang penguatan ke level kunci US$ 1.569/troy ons.
Sumber :Tim Riset CNBC Indonesia